Selasa, 02 Juni 2009
Jangan Bersedih
JANGAN BERSEDIH!!!
"Dan janganlah kamu bersikap lemah dan jangan (pula) bersedih hati". (QS Ali ’Imran 139)
Bersedih itu sangat dilarang dalam syari’at Islam. Bersedih itu hanya akan memadamkan kobaran api semangat, meredakan tekad, dan membekukan jiwa. Kesedihan itu ibarat penyakit demam yang membuat tubuh menjadi lemas tak berdaya. Mengapa demikian?
Tak lain, karena kesedihan hanya memiliki daya yang menghentikan dan bukan menggerakkan. Itu artinya sama sekali tidak bermanfaat bagi hati. Bahkan kesedihan merupakan satu hal yang paling disenangi setan. Maka dari itu, setan selalu berupaya agar seorang hamba bersedih untuk menghentikan setiap langkah dan niat baiknya. Ini telah diperingatkan Allah dalam firmanNya :
"Sesungguhnya pembicaran rahasia itu adalah dari syaitan supaya orang-orang mukmin bersedih hati". (QS Al-Mujadilah 10)
Syahdan, Rasululllah s.a.w. melarang tiga orang yang sedang berada dalam satu majelis; “Janganlah dua orang diantaranya saling melakukan pembicaraan rahasia tanpa disertai yang ketiga, sebab demikian itu akan membuatnya (yang ketiga) bersedih”.
Bagi seorang mukmin, kesedihan itu tidak pernah diajarkan dan dianjurkan. Soalnya, kesedihan merupakan penyakit yang berbahaya bagi jiwa. Karena itu pula, setiap muslim diperintahkan untuk mengusirnya jauh-jauh dan dilarang tunduk kepadanya. Islam juga mengajarkan kepada setiap muslim agar senantiasa melawan dan menundukkan kesedihan dengan segala cara yang telah disyari’atkan Allah SWT.
"Janganlah kamu bersedih sesungguhnya Allah selalu bersama kita". (QS At-Taubah 40)
Bersedih itu tidak diajarkan dan tidak ada gunanya, tidak ada manfaatnya. Maka dari itu Rasulullah SAW selalu memohon perlindungan dari Allah agar dijauhkan dari kesediahan. Beliau selalu berdo’a seperti ini,
اللَّهُمَّ إنِّي أعوُذُ بِكَ مِنَ الهَمِّ والحُزْنِ
”Ya Allah, aku berlindung kepadaMu dari rasa sedih dan duka cita”.
Kesedihan adalah teman akrab kecemasan. Adapun perbedaannya antara keduanya adalah manakala suatu hal yang tidak disukai hati itu berkaitan dengan hal-hal yang belum terjadi, ia akan membuahkan kecemasan. Sedangkan bila berkaitan dengan persoalan masa lalu, maka ia akan membuahkan kesedihan. Persamaannya, keduanya sama-sama dapat melemahkan semangat dan kehendak hati untuk berbuat suatu kebaikan.
Kesedihan dapat membuat hidup menjadi keruh. Ia ibarat racun berbisa bagi jiwa yang dapat menyebabkannya lemah semangat, krisis gairah, dan galau dalam menghadapi hidup ini. Hal itu akan berujung pada ketidak-acuhan diri pada kebaikan, ketidak-pedulian pada kebajikan, kehilangan semangat untuk meraih kebahagiaan, kemudian akan berakhir pada pesimisme dan kebinasaan diri yang tiada tara.
Meski demikian, pada tahap tertentu kesedihan memang tidak dapat dihindari dan seseorang terpaksa harus bersedih karena suatu kenyataan. Berkenaan dengan ini, disebutkan bahwa para ahli surga ketika memasuki surga akan berkata:
"Dan mereka berkata; segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan kesedihan dari kami". (QS Fathir 34)
Ini menandakan bahwa ketika di dunia mereka pernah bersedih sebagaimana mereka tentu saja pernah ditimpa musibah yang terjadi diluar ikhtiar mereka. Hanya, ketika kesedihan itu harus terjadi dan jiwa tidak lagi memiliki cara untuk menghindarinya, maka kesedihan itu justru akan mendatangkan pahala. Itu terjadi, karena kesedihan yang demikian merupakan bagian dari musibah atau cobaan. Maka dari itu, ketika seorang hamba ditimpa kesedihan hendaknya ia senantiasa melawannya dengan segala kemampuannya dan membanyak berdo’a yang memungkinkan untuk mengusir kesedihan dari hatinya.
Mereka tidaklah dipuji dikarenakan kesedihan mereka semata, tetapi lebih dikarenakan kesedihannya mengisyaratkan kuatnya keimanan mereka. Pasalnya, kesedihan mereka berpisah dengan Rasulullah SAW adalah disebabkan tidak mempunyai harta yang akan dibelanjakan dan kendaraan untuk membawa mereka pergi berperang. Ini merupakan peringatan bagi orang-orang munafik yang tidak merasa bersedih dan justru gembira manakala tidak mendapatkan kesempatan untuk turut berjihad bersama Rasulullah.
Kesedihan yang terpuji, yakni dipuji setelah terjadi, adalah kesedihan yang disebabkan ketidakmampuan menjalankan suatu ketaatan atau dikarenakan tersungkur dalam jurang maksiat. Kesedihan seseorang yang disebabkan oleh kasadaran bahwa kedekatan dan ketaatan dirinya kepada Allah sangat kurang dan imannya lemah. Maka hal itu menandakan bahwa hatinya hidup dan terbuka untuk menerima hidayah dan inayah Allah.
Sementara itu, makna hadist Rasulullah dalam hadits shahih, yang mengatakan artinya:
“Tidaklah seorang mukmin ditimpa kesedihan, kegundahan dan kerisauan, kecuali Allah pasti akan menghapus sebagian dosa-dosanya” (HR Muslim), adalah menunjukkan bahwa kesedihan, kegundahan, dan kerisauan itu merupakan musibah dari Allah yang apabila menimpa seorang hamba, maka hamba tersebut akan diampuni sebagian dosa-dosanya. Dengan begitu, hadits ini berarti tidak menunjukkan bahwa kesedihan, kegundahan, dan kerisauan merupakan sebuah keadaan yang harus diminta dan dirasakan.
Bahkan, seseorang justru tidak dibenarkan meminta atau mengharap kesedihan dan mengira bahwa hal itu merupakan suatu ibadah yang diperintahkan oleh Allah untuk hambaNya. Sebab, jika semua itu dibenarkan dan diperintahkan Allah, pastilah Rasulullah akan menjadi orang pertma yang akan mengisi seluruh waktu hidupnya dengan kesedihan. Hal itu jelas tidak mungkin, karena hati beliau selalu lapang dan wajahnya selalu berseri dihiasi senyuman, hari-hari Rasulullah selalu diliputi keridhaan dan perjalanan hidup beliau selalu dihiasi dengan kegembiraan.
Siapa saja membaca, menghayati dan mendalami sejarah perjalanan hidup beliau dengan seksama dan menyeluruh, maka ia akan mengetahui bahwa Rasulullah SAW diturunkan ke dunia ini untuk menghancurkan kebatilan, mengusir kegelisahan, kesedihan dan kecemasan serta membebaskan jiwa dari tekanan, keragu-raguan, kebingunan, kegundahan dan keguncangan. Beliau diutus untuk menyelamatkan jiwa manusia dari segala bentuk hawa nafsu yang merusak akhlak manusia.
Merupakan kesalahan besar bagi orang-orang yang memuja kesedihan, senantiasa berusaha menciptakan kesedihan dan mencoba membenarkan kesedihan mereka dengan dalil yang salah karena menurut anggapan mereka, syari’at juga membolehkan bersedih. Sebaliknya dalil-dalil syariat bahkan melarang bersedih. Syariat justru menyuruh manusia agar tidak bersedih dan selalu ceria.
Para ulama salaf (terdahulu) termasuk Abu Usman Al Jabari seorang sufi mengatakan bahwa ahli tasauf sepapat bahwa bersedih karena perkara dunia itu tidak terpuji dan dilarang. Kesedihan itu apapun bentuknya adalah sebuah keutamaan dan tambahan kebajikan bagi mukmin dan sebagai sarana untuk membersihkan diri.
Tidak diragukan lagi bahwa kesedihan merupakan ujian dan cobaan dari Allah sebagaimana halnya penyakit, kegundahan dan kegalauan.
Atas dasar itu, sebaiknya anda berusaha untuk selalu gembira dan berlapang dada. Jangan lupa memohon kepada Allah agar selalu diberi kehidupan yang baik dan diridhaiNya, kejernihan hati dan kelapangan pikiran.
اللَّهُمَّ إنِّي أعُوذُبِكَ مِنَ الهَمِّ والحُزْنِ والعَجْزِ والكَسَلِ والبُخْلِ والجُبُنِ وضَلَعَ الَّدَيْنِ وغَلَبَةِ الرِّجَالِ
“Ya Allah, aku berlindung kepadaMu dari kesedihan dan kecemasan, dari rasa lemah dan kemalasan, dari kebakhilan dan sifat pengecut dan beban hutang dan tekanan orang-orang jahat”.
Oleh karenanya janganlah bersedih! (Dr. ‘Aidh Al-Qarni dari La Tahzan, Jangan Bersedih)
"Dan janganlah kamu bersikap lemah dan jangan (pula) bersedih hati". (QS Ali ’Imran 139)
Bersedih itu sangat dilarang dalam syari’at Islam. Bersedih itu hanya akan memadamkan kobaran api semangat, meredakan tekad, dan membekukan jiwa. Kesedihan itu ibarat penyakit demam yang membuat tubuh menjadi lemas tak berdaya. Mengapa demikian?
Tak lain, karena kesedihan hanya memiliki daya yang menghentikan dan bukan menggerakkan. Itu artinya sama sekali tidak bermanfaat bagi hati. Bahkan kesedihan merupakan satu hal yang paling disenangi setan. Maka dari itu, setan selalu berupaya agar seorang hamba bersedih untuk menghentikan setiap langkah dan niat baiknya. Ini telah diperingatkan Allah dalam firmanNya :
"Sesungguhnya pembicaran rahasia itu adalah dari syaitan supaya orang-orang mukmin bersedih hati". (QS Al-Mujadilah 10)
Syahdan, Rasululllah s.a.w. melarang tiga orang yang sedang berada dalam satu majelis; “Janganlah dua orang diantaranya saling melakukan pembicaraan rahasia tanpa disertai yang ketiga, sebab demikian itu akan membuatnya (yang ketiga) bersedih”.
Bagi seorang mukmin, kesedihan itu tidak pernah diajarkan dan dianjurkan. Soalnya, kesedihan merupakan penyakit yang berbahaya bagi jiwa. Karena itu pula, setiap muslim diperintahkan untuk mengusirnya jauh-jauh dan dilarang tunduk kepadanya. Islam juga mengajarkan kepada setiap muslim agar senantiasa melawan dan menundukkan kesedihan dengan segala cara yang telah disyari’atkan Allah SWT.
"Janganlah kamu bersedih sesungguhnya Allah selalu bersama kita". (QS At-Taubah 40)
Bersedih itu tidak diajarkan dan tidak ada gunanya, tidak ada manfaatnya. Maka dari itu Rasulullah SAW selalu memohon perlindungan dari Allah agar dijauhkan dari kesediahan. Beliau selalu berdo’a seperti ini,
اللَّهُمَّ إنِّي أعوُذُ بِكَ مِنَ الهَمِّ والحُزْنِ
”Ya Allah, aku berlindung kepadaMu dari rasa sedih dan duka cita”.
Kesedihan adalah teman akrab kecemasan. Adapun perbedaannya antara keduanya adalah manakala suatu hal yang tidak disukai hati itu berkaitan dengan hal-hal yang belum terjadi, ia akan membuahkan kecemasan. Sedangkan bila berkaitan dengan persoalan masa lalu, maka ia akan membuahkan kesedihan. Persamaannya, keduanya sama-sama dapat melemahkan semangat dan kehendak hati untuk berbuat suatu kebaikan.
Kesedihan dapat membuat hidup menjadi keruh. Ia ibarat racun berbisa bagi jiwa yang dapat menyebabkannya lemah semangat, krisis gairah, dan galau dalam menghadapi hidup ini. Hal itu akan berujung pada ketidak-acuhan diri pada kebaikan, ketidak-pedulian pada kebajikan, kehilangan semangat untuk meraih kebahagiaan, kemudian akan berakhir pada pesimisme dan kebinasaan diri yang tiada tara.
Meski demikian, pada tahap tertentu kesedihan memang tidak dapat dihindari dan seseorang terpaksa harus bersedih karena suatu kenyataan. Berkenaan dengan ini, disebutkan bahwa para ahli surga ketika memasuki surga akan berkata:
"Dan mereka berkata; segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan kesedihan dari kami". (QS Fathir 34)
Ini menandakan bahwa ketika di dunia mereka pernah bersedih sebagaimana mereka tentu saja pernah ditimpa musibah yang terjadi diluar ikhtiar mereka. Hanya, ketika kesedihan itu harus terjadi dan jiwa tidak lagi memiliki cara untuk menghindarinya, maka kesedihan itu justru akan mendatangkan pahala. Itu terjadi, karena kesedihan yang demikian merupakan bagian dari musibah atau cobaan. Maka dari itu, ketika seorang hamba ditimpa kesedihan hendaknya ia senantiasa melawannya dengan segala kemampuannya dan membanyak berdo’a yang memungkinkan untuk mengusir kesedihan dari hatinya.
Mereka tidaklah dipuji dikarenakan kesedihan mereka semata, tetapi lebih dikarenakan kesedihannya mengisyaratkan kuatnya keimanan mereka. Pasalnya, kesedihan mereka berpisah dengan Rasulullah SAW adalah disebabkan tidak mempunyai harta yang akan dibelanjakan dan kendaraan untuk membawa mereka pergi berperang. Ini merupakan peringatan bagi orang-orang munafik yang tidak merasa bersedih dan justru gembira manakala tidak mendapatkan kesempatan untuk turut berjihad bersama Rasulullah.
Kesedihan yang terpuji, yakni dipuji setelah terjadi, adalah kesedihan yang disebabkan ketidakmampuan menjalankan suatu ketaatan atau dikarenakan tersungkur dalam jurang maksiat. Kesedihan seseorang yang disebabkan oleh kasadaran bahwa kedekatan dan ketaatan dirinya kepada Allah sangat kurang dan imannya lemah. Maka hal itu menandakan bahwa hatinya hidup dan terbuka untuk menerima hidayah dan inayah Allah.
Sementara itu, makna hadist Rasulullah dalam hadits shahih, yang mengatakan artinya:
“Tidaklah seorang mukmin ditimpa kesedihan, kegundahan dan kerisauan, kecuali Allah pasti akan menghapus sebagian dosa-dosanya” (HR Muslim), adalah menunjukkan bahwa kesedihan, kegundahan, dan kerisauan itu merupakan musibah dari Allah yang apabila menimpa seorang hamba, maka hamba tersebut akan diampuni sebagian dosa-dosanya. Dengan begitu, hadits ini berarti tidak menunjukkan bahwa kesedihan, kegundahan, dan kerisauan merupakan sebuah keadaan yang harus diminta dan dirasakan.
Bahkan, seseorang justru tidak dibenarkan meminta atau mengharap kesedihan dan mengira bahwa hal itu merupakan suatu ibadah yang diperintahkan oleh Allah untuk hambaNya. Sebab, jika semua itu dibenarkan dan diperintahkan Allah, pastilah Rasulullah akan menjadi orang pertma yang akan mengisi seluruh waktu hidupnya dengan kesedihan. Hal itu jelas tidak mungkin, karena hati beliau selalu lapang dan wajahnya selalu berseri dihiasi senyuman, hari-hari Rasulullah selalu diliputi keridhaan dan perjalanan hidup beliau selalu dihiasi dengan kegembiraan.
Siapa saja membaca, menghayati dan mendalami sejarah perjalanan hidup beliau dengan seksama dan menyeluruh, maka ia akan mengetahui bahwa Rasulullah SAW diturunkan ke dunia ini untuk menghancurkan kebatilan, mengusir kegelisahan, kesedihan dan kecemasan serta membebaskan jiwa dari tekanan, keragu-raguan, kebingunan, kegundahan dan keguncangan. Beliau diutus untuk menyelamatkan jiwa manusia dari segala bentuk hawa nafsu yang merusak akhlak manusia.
Merupakan kesalahan besar bagi orang-orang yang memuja kesedihan, senantiasa berusaha menciptakan kesedihan dan mencoba membenarkan kesedihan mereka dengan dalil yang salah karena menurut anggapan mereka, syari’at juga membolehkan bersedih. Sebaliknya dalil-dalil syariat bahkan melarang bersedih. Syariat justru menyuruh manusia agar tidak bersedih dan selalu ceria.
Para ulama salaf (terdahulu) termasuk Abu Usman Al Jabari seorang sufi mengatakan bahwa ahli tasauf sepapat bahwa bersedih karena perkara dunia itu tidak terpuji dan dilarang. Kesedihan itu apapun bentuknya adalah sebuah keutamaan dan tambahan kebajikan bagi mukmin dan sebagai sarana untuk membersihkan diri.
Tidak diragukan lagi bahwa kesedihan merupakan ujian dan cobaan dari Allah sebagaimana halnya penyakit, kegundahan dan kegalauan.
Atas dasar itu, sebaiknya anda berusaha untuk selalu gembira dan berlapang dada. Jangan lupa memohon kepada Allah agar selalu diberi kehidupan yang baik dan diridhaiNya, kejernihan hati dan kelapangan pikiran.
اللَّهُمَّ إنِّي أعُوذُبِكَ مِنَ الهَمِّ والحُزْنِ والعَجْزِ والكَسَلِ والبُخْلِ والجُبُنِ وضَلَعَ الَّدَيْنِ وغَلَبَةِ الرِّجَالِ
“Ya Allah, aku berlindung kepadaMu dari kesedihan dan kecemasan, dari rasa lemah dan kemalasan, dari kebakhilan dan sifat pengecut dan beban hutang dan tekanan orang-orang jahat”.
Oleh karenanya janganlah bersedih! (Dr. ‘Aidh Al-Qarni dari La Tahzan, Jangan Bersedih)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar